BK DPR: Pengajuan APBD-P Harus Disertai Alasan Konkret
Kepala Badan Keahlian DPR RI Johnson Rajagukguk, didampingi Kepala Pusat Kajian Anggaran BKD Asep Ahmad Saefulloh beraudiensi denganAnggota DPRD Kota Banjarmasin, di ruang rapat Badan Keahlian DPR RI/Foto:Jaka/Iw
Kepala Badan Keahlian DPR RI Johnson Rajagukguk menjelaskan bahwa untuk mengajukan Anggaran Pendapatan Belanja Daerah Perubahan (APBD-P) harus menyiapkan beberapa alasan konkret mengapa terjadinya perubahan APBD tersebut. Mengingat yang mengetahui secara persis hal tersebut adalah pemerintah daerah termasuk DPRD terkait.
Hal itu diungkapkannya usai menerima DPRD Kota Banjarmasin terkait konsultasi penyusunan APBD-P Tahun Anggaran 2018 dan APBD Tahun Anggaran 2019 Kota Banjarmasin, berdasarkan Permendagri Nomor 38 Tahun 2018, dengan didampingi Kepala Pusat Kajian Anggaran BKD Asep Ahmad Saefulloh, di ruang rapat Badan Keahlian DPR RI, Senayan, Jakarta, Selasa (28/8/2018).
“Salah satu alasan adanya perubahan APBD, misalnya karena adanya perkembangan yang tidak sesuai dengan kebijakan umum anggaran, kemudian juga kemungkinan adanya pergeseran-pergeseran anggaran tersebut atau APBD tersebut, baik itu pada unit kerja di organisasi maupun antar unit,” kata Johnson.
Johnson melanjutkan, secara mekanisme sudah tentu yang digunakan adalah mekanisme yang secara normatif mengatur bagaimana pengusulan perubahan APBD tersebut. Sementara pada APBN 2018 sendiri, tidak terjadi perubahan, Jika ada usulan APBN-Perubahan itu dilakukan oleh Presiden, melalui Kementerian Keuangan RI.
Ia menegaskan, meskipun pada tahun ini pemerintah tidak mengajukan APBN-P, tidak berarti daerah tidak boleh mengajukan APBD-P. Menurut Johnson hal itu boleh saja dilakukan, asal alasannya adalah sebagai penyesuaian terhadap perkembangan yang tidak sesuai, misalnya dengan kebijakan umum anggaran.
Johnson beranggapan hal ini memang butuh sinergitas antar Pemerintah Daerah Banjarmasin dengan DPRD Kota Banjarmasin itu sendiri, mengingat perubahan APBD harus melalui pemerintah daerah, karena itu tidak mungkin DPRD berjalan sendiri.
“Harus ada kerja sama antara pemda dan DPRD, karena pengajuan APBD-P itu harus lewat pemda, karena itu tidak mungkin DPRD mengajukan APBD-P, pastilah mekanismenya harus lewat pemda. Karena yang tahu persis sebenarnya dan kondisi yang mengharuskan adanya APBD-P itu adalah pemda, karena mereka yang mengimplementasikan APBD-nya. Jadi ada kondisi-kondisi yang ternyata mengharuskan perubahan itu harus disetujui oleh atau mendapatkan persetujuan dari DPRD,” ungkapnya.
Sementara itu, Wakil Ketua DPRD Kota Banjarmasin yang juga Koordinator Badan Anggaran DPRD Kota Banjarmasin Aropa Arip mengungkapkan alasan adanya perubahan APBD adalah karena terdapat Sisa Lebih Pembiayaan Anggaran (SILPA) Tahun Berkenaan, yaitu selisih antara surplus/defisit anggaran dengan pembiayaan netto. Dalam penyusunan APBD, angka SILPA ini seharusnya sama dengan nol. Artinya bahwa penerimaan pembiayaan harus dapat menutup defisit anggaran yang terjadi.
“Di Kota Banjarmasin memang harus ada perubahan anggaran, karena terkait dengan adanya SILPA di 2017, sehingga direalisasikan juga di anggaran perubahan 2018. Dan adanya pertemuan ini, kami menanyakan terkait pembahasan anggaran perubahan di DPRD Kota Banjarmasin. Banyak hal yang kami dapat sebagai pencerahan. Tentunya ini menjadi juga pertimbangan yang barangkali bisa kami adopsi untuk pembahasan kami,” katanya sembari berharap tahun depan APBD DPRD Kota Banjarmasin dapat seperti APBN 2018 yang tidak mengalami perubahan. (ndy/sf)